Merenung

            ULANG TAHUN?????

            Ulang Tahun,kata ini selalu akrab dalam kehidupan kita,bahkan banyak dari mereka menunggu terkadinya hari itu pada dirinya.Saya ingat waktu silaturahmi dengan Bu Nyaiq dulu waktu dipondok,hampir 1 jam saya dikasi wejangan(dituturi .jw),dan salah satu omngan dari Bu Nyai adalah tentang Ulang Tahun.Saya "dijebak " oleh prtanyaan beliau,sebelumnya aku enak saya jawab "enggeh..enggeh..dan enggeh bu",dan terakhir aku ditanya,"opo ulang tahun iku umur kita bertambah han?",spontan saja aku bilang "enggh bu",langsung saja beliau mnggretak, "yo ga han,malah umure awak dewe kui tambah berkurang,cuma angkanya saja yang bertambah!".Dilanjutkan oleh beliau dengan nasehat-nasehat yang membuat air mata ini hampir jatuh,inti dari nasehat beliau adalah tidak perlu sebenarnya orang-orang jaman sekarang merayakan Ulang Tahun deenga acara yang besar,pesta,dll.Hakikatnya dengan bertambahnya usia kita itu maka berkuranglah jatah kita untuk hidup didunia ini,dan selanjutnya kita akan mati,apa kita senang kalau kita sebntar  lagi akan mati,iya kalau ibadah dan pahala kita didunia ini sudah lebih banyak dari dosa kita,tp apa kita tau akan hal itu?.Lebih baik kita merenungkan,memikirkan,dan menilai dari diri sendiri apakah kita menjai orang yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
         Perayaan Ulang Tahun sendiri menurut para Ulama merupakan sebuah masalah Ijtihat,karena tiak ada dalam Al-Quran an Hadist yang memerintahkan akan hal itu,adn juga tiak ada pula yang melarangnya secara langsung.Artinya, bisa saja para ulama untuk suatu masa dan wilayah tertentu memandang bahwa bentuk perayaan ini lebih banyak mudharat dari manfaatnya. Namun sebalik, bisa saja pendapat ulama lainnya tidak demkian, bahkan mungkin ada hal-hal positif yang bisa diambil dengan meminimalisir dapak negatifnya.
         Namun, jika ulang tahun itu dianggap sebagai tradisi saja, hal itu mengandung dua sisi larangan. Pertama, menjadikannya sebagai salah satu hari raya yang sebenarnya bukan merupakan hari raya Islam. Tindakan ini berarti suatu kelancangan terhadap Alloh dan dan Rasul-Nya karena kita menetapkannya sebagai hari raya dalam Islam, padahal Alloh dan Rasul-Nya tidak pernah menjadikannya sebagai hari raya.
Kedua, adanya unsur tasyabbuh (menyerupai) dengan musuh-musuh Alloh. Budaya ini bukan merupakan budaya umat Islam, namun warisan dari non-Muslim. Rasululloh bersabda, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.”Sebagian ‘ulama juga ada yang membolehkan, diantaranya Salman al-Audah, seorang ‘ulama terkemuka di Arab Saudi. “Dibolehkan untuk merayakan hari kelahiran seseorang atau merayakan peristiwa-peristiwa yang membahagiakan, seperti ulang tahun perkawinan. Akan tetapi syaratnya, tidak usah mengadakan pesta dan makan besar atau dalam bahasa Arab disebut ‘id. Dibolehkan juga memberikan karangan bunga kepada teman-teman atau kerabat.”
         ‘Ulama Arab Saudi lain yang sependapat dengan pendapat Salman al-Audah adalah mantan rektor Fakultas Syariah Universitas Islam Imam Muhammad, Dr. Saud al-Fanissan. Ia menandaskan, perayaan ulang tahun tidak jadi masalah asalkan pelaksanaannya tidak meniru budaya barat, misalnya dengan menyalakan lilin dan meniupnya. Meniup lilin dalam pesta ulang tahun tidak bisa diterima karena meniru budaya barat. Akan tetapi, jika di dalamnya tidak diisi ritual-ritual semacam tiup lilin dan sejenisnya, hal itu boleh-boleh saja. Selain itu, umat Islam boleh membuat acara syukuran saat kelulusan sekolah, saat sembuh dari sakit, dan acara-acara lain yang serupa. Ia menyatakan setuju dengan pendapat al-Audah untuk tidak menggunakan kata ‘id (bahasa Arab yang artinya perayaan) untuk perayaan-perayaan semacam itu. Sebab, dalam Islam hanya ada dua perayaan, yaitu hari raya ‘Idul Fitri dan hari raya ‘Idul Adha.
         
Beberapa Pertimbangan
Bila kita ingin meletakkan hukum merayakan ulang tahun, kita harus membahas dari tujuan dan manfaat yang akan didapat. Apakah ada di antara tujuan yang ingin dicapai itu sesuatu yang penting dalam hidup ini? Atau sekedar penghamburan uang? Atau sekedar ikut-ikutan tradisi?
Yang kedua, apa manfaat acara seperti itu? Adakah sesuatu yang menambah iman, ilmu dan amal? Atau menambah manfaat baik pribadi, sosial atau lainnya?
Yang ketiga, adakah dalam pelaksanaan acara seperti itu maksiat dan dosa yang dilanggar?
Yang keempat, bila ternyata semua jawaban di atas positif, dan acara seperti itu menjdi tradisi, apakah tidak akan menimbulkan salah paham pada generasi berikut seolah-olah acara seperti ini harus dilakukan? Hal ini seperti yang terjadi pada upacara peringat hari besar Islam baik itu kelahiran, isra` mi`raj dan sebagainya.
Jangan sampai dikemudian hari, lahir generasi yang menganggap perayaan ulang tahun adalah sesuatu yang harus terlaksana. Bila memang demikian, bukankah kita telah kehilangan makna?
             Walhasil, wallahu a’lam, meskipun tidak ada larangan dari ayat al-Qur`an atau hadits yang secara detail mengharamkan seseorang mengadakan ulang tahun atau mengucapkan selamat ulang tahun, kita dengan bijak bisa membuat perbandingan. Mencoba mensyiarkan hal-hal yang secara syar’i memang punya nilai dakwah dan keislaman. Sementara itu, hal yang tidak ada nilai keislamannya, seperti acara ulang tahun atau ucapan ulang tahun, rasanya kita tidak perlu bersusah payah untuk menghidupkannya.

         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar